Teliti Sebelum Menggilingkan Daging
TELITI SEBELUM MENGGILINGKAN DAGING
OLEH
Maria Avina Rachmawati
Medik Veteriner Madya
ISU KUNCI
- Beberapa penggilingan daging di pasar-pasar disinyalir melakukan penggilingan percampuran dengan daging babi
- Hasil survei menunjukkan bahwa di Yogyakarta banyak jasa penggilingan daging sapi yang ‘tidak menolak’ meng-giling daging babi.
- Usaha penggilingan daging banyak tersebar di sekitar pasar-pasar tradisional dan masih bersifat manual, sederhana dan belum menerapkan SOP unit usaha penggilingan daging yang baik dan benar
- Banyak bakso yang beredar di masyarakat setelah diuji di laboratorium mengandung babi, padahal pelaku usaha warung bakso mengaku tidak menggunaka daging babi
RINGKASAN
Perasaan aman untuk mengonsumsi makanan halal merupakan tuntutan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Selain literasi masyarakat dan pemilik kantin/warung makanan juga diperlukan kontribusi dari berbagai instansi. Penggilingan daging dinilai jadi sumber utama banyaknya produk olahan makanan mulai dari bakso, rolade, sosis, dan sebagainya terkontaminasi daging babi. Pasalnya, banyak tempat penggilingan yang melakukan penggilingan secara campur antara daging babi dengan daging lainnya seperti sapi, ayam, atau kambing. Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pemotongan Hewan dan Penanganan Daging, tertera apabila seluruh produsen daging perlu memiliki izin dan harus memisahkan penjualan daging babi dengan daging lainnya. Sementara pada fakta di lapangan, terkhusus tempat penggilingan daging, banyak yang bukan hanya digunakan untuk satu jenis daging, bahkan beberapa dapat digunakan untuk menggiling berbagai bahan makanan. Hal ini meningkatkan kemungkinan kontaminasi daging babi dari tempat penggilingan daging.
PENDAHULUAN
Pangan asal hewan memiliki nilai dan kualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pangan asal hewan berupa daging, telur, dan susu merupakan protein hewani yang mengandung asam amino essensial yang tidak dapat diganti dengan protein nabati atau protein sintetis lainnya, sehingga sangat bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian, pangan asal hewan merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan memiliki potensi bahaya bagi makhluk hidup dan lingkungan karena mudah tercemar secara fisik, kimiawi, dan biologis sehingga dapat membahayakan keselamatan hidup manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan serta mengganggu ketentraman batin masyarakat termasuk kehalalan. Kekhawatiran masyarakat terhadap jaminan keamanan pangan asal hewan yang beredar di masyarakat senantiasa ada, dan bisa menurun atau meningkat sesuai kondisi perkembangan berita di lapangan.
Kriteria pangan asal hewan yang berkualitas baik adalah aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) yang berarti bahan tersebut harus bebas dari kontaminasi bahan berbahaya dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, serta memberikan keamanan bagi konsumen. Aman berarti tidak mengandung penyakit dan residu, serta unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti mengandung zat-zat yang berguna dan seimbang bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh berarti tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau dipalsukan dengan bagian dari hewan lain. Halal berarti disembelih dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam serta tidak mengandung babi. Beberapa tahun yang lalu di Kota Yogyakarta telah terjadi kasus ditemukannya bakso sapi yang mengandung babi, hal ini menyebabkan keresahan warga masyarakat, dan setelah diselidiki ternyata kontaminasi babi terjadi pada saat penggilingan (Yulianingsih, 2013). Terlebih kita tahu bahwa sebagian besar mesin penggilingan daging ini belum memiliki sertifikasi halal. Penggilingan daging yang tidak memiliki sertifikasi halal menimbulkan berbagai dampak signifikan. Pertama, konsumen Muslim menjadi rentan mengonsumsi produk yang tidak memenuhi standar kehalalan, dapat mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap produsen dan merugikan reputasi bisnis. Dampak lainnya adalah potensi masalah kesehatan karena bahan-bahan non-halal yang mungkin tercampur dalam proses penggilingan. Ketidakpastian mengenai aspek kebersihan dan kehalalan dapat meningkatkan risiko kontaminasi yang merugikan kesehatan konsumen (Pratiwi, 2024).
PEMBAHASAN
Bagi umat Muslim, mengkonsumsi makanan halal dan baik merupakan salah satu kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu bagi umat Muslim perlu memahami bahwa keharaman suatu bahan pangan dapat disebabkan karena bahan asalnya, sifatnya ataupun cara memperolehnya, termasuk dalam hal ini cara menggiling daging, yang nantinya akan menjadi pangan olahan seperti bakso dll (Arifin, 2011). Banyak yang tidak sadar mengenai penggilingan daging ini. Penggilingan daging di pasar ibarat penggilingan massal. Di mana beragam produk tercampur menjadi satu, karena penggilingan daging di pasar tidak hanya menggiling daging sapi saja, namun juga ayam, kambing hingga daging babi (Bambang, 2010). Nah, ini yang perlu kita waspadai. Banyak diantara kita tidak menyadari bahwa kemungkinan besar terjadinya kontaminasi babi pada bakso sapi yang dijual di warung-warung itu berasal dari alat penggilingan daging. Daging sapi atau daging ayam yang digiing, bisa bercampur dengan (sisa-sisa) daging babi yang sebelumnya sudah digiling di alat tersebut
Di bawah ini akan dijelaskan tahap-tahap aktivitas penggilingan daging sebagai berikut:
- Tahap Penerimaan Bahan Baku
Tahap awal dimulai dari pemilihan bahan baku yang berkualitas, pada proses penggilingan daging bakso, daging yang digunakan merupakan daging segar berupa daging ayam dan sapi yang diperoleh secara langsung dari konsumen.
- Tahap Pemotongan Daging
Sebelum proses penggilingan daging dipotong menjadi beberapa bagian untuk lebih mempermudah proses penggilingan dengan menggunakan pisau yang tajam.
- Tahap Pencucian Daging
Setelah proses pemotongan, daging lalu dibersihkan dari darah dan kotoran dengan proses pencucian menggunakan air bersih.
- Tahap Proses Penggilingan
Pada proses penggilingan daging untuk adonan bakso dimasukan ke dalam alat penggilingan, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu seperti tepung tapioka, bawang merah dan putih yang telah dihaluskan, telur, penyedap rasa, baking soda, dan es batu. Proses pencampuran bumbu-bumbu ke dalam daging giling dilaksanakan saat penggilingan daging sedang berlangsung.
- Tahap Penyimpanan
Setelah penggilingan selesai dilakukan, daging kemudian dipindahkan ke dalam wadah berupa ember untuk ditiriskan dan didinginkan. Setelah itu daging adonan bakso dikemas menggunakan plastik lalu dimasukan ke dalam tempat penyimpanan berupa frizer dan siap untuk diberikan kepada konsumen.
Gambar 1. Alur proses produksi penggilingan daging (Pratiwi, dkk, 2024)
Dari alur tersebut kita menjadi tahu, di tahap mana terjadinya pencampuran antara adonan daging dengan sisa-sia penggilingan daging babi yang sebelumnya telah dilakukan yaitu pada saat penggilingan, terutama jika alat yang digunakan untuk menggiling tidak dicuci bersih, dapat dipastikan terjadinya kontaminasi sangat besar.
Salah satu upaya penertiban yang bisa dilakukan adalah dengan memetakan atau mengelompokan tempat penggilingan daging babi di satu atau beberapa tempat dengan memasang plang (papan nama) yang bertuliskan secara jelas dengan huruf besar “Tempat Penggilingan Daging Babi” hal ini sesuai dengan Perda Kota Yogyakarta No. 21 Tahun 2009 Pasal 18, yang berbunyi : Setiap penyimpanan, pengangkutan, penggilingan, dan tempat penjualan daging babi wajib dipisah, secara nyata dengan daging lainnya serta diberi tanda khusus yang mudah dilihat.
Pemetaan seperti itu akan membuat masyarakat lebih mudah mengidentifikasi tempat-tempat penggilingan, mana yang terbebas dari daging babi dan mana yang memang digunakan juga untuk menggiling daging babi. Penataan penggilingan ini jadi penting, karena disinyalir kuat jadi penyebab warung-warung makan, seperti warung bakso terkontaminasi daging babi karena melakukan penggilingan daging di tempat yang juga menggiling daging babi.
Salah satu jaminan dalam menjamin keamanan produk dan ketentraman hati masyarakat, maka pemerintah mendorong setiap unit usaha untuk memiliki sertifikat NKV, karena sertifikat NKV ini merupakan bukti ikut sertanya pemerintah memberikan jaminan keamanan dan kualitas untuk produk yang akan digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Sertifikat NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah, telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan. Artinya jika masih ada kasus tercemarnya produk olahan daging (bakso mengandung babi) setelah ditelusur asalnya pencemaran dari alat penggilingan daging, maka dapat dikatakan bahwa jaminan keamanan dan ketentraman batin masyarakat tidak terwujud. Sehingga diperlukan adanya peran serta pemerintah dalam memperhatikan unit usaha ini. Jika perlu, penggilingan-penggilingan daging lain juga mesti tersertifikasi NKV dan diaudit setiap saat.
KESIMPULAN
1. Pentingnya pemetaan tempat penggilingan daging sesuai jenis daging
2. Pemberian tanda khusus bagi penggilingan daging babi
3. Perlunya sertifikasi NKV dan sertifikasi halal bagi tempat penggilingan daging
REKOMENDASI
1. Perlu dilakukan pembinaan bagi petugas penggiling daging di pasar akan kebersihan diri, kebersihan peralatan, kebersihan lingkungan (higiene sanitasi, pemakaian apron, masker, penutup rambut dsb)
2. Petugas penggilingan daging harus paham perbedaan jenis daging (hanya menerima daging ayam / sapi untuk dilakukan penggilingan)
3. Memetakan tempat penggilingan daging dan harus jelas tempat penggilingan khusus daging babi (ada papan nama)
4. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih peduli akan keamanan pangan yang dikonsumsi
5. Pemerintah secara rutin memberikan monitoring dan pengawasan secara berkala mengujikan sampel bakso di laboratorium, memberikan surat keterangan terkait hasil laboratorium yang ditempel di dinding warung sehingga masyarakat mengetahui bahwa warung bakso tersebut sudah berada di bawah pengawasan pemerintah (bukti tertulis akan keterjaminan halal)
6. Balai laboratorium di setiap UPT Ditjen PKH dapat membuat program rutin berupa Monitoring Jaminan Keamanan Produk Daging (Bakso) di wilayah kerjanya
7. Dinas Provinsi bersama Dinas Kota/ Kabupaten memberikan sanksi yang tegas jika mendapati adanya warung bakso sapi yang terbukti menjual bakso yang tercemar babi, dengan memberikan pembinaan dan terus dipantau selama 6 bulan, jika selama kurun waktu 6 bulan masih terbukti menjual bakso yang tercemar babi, maka warung tersebut wajib ditutup.
DAFTAR PUSTAKA
Antok Choirul Anifa, 2011, Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Penggilingan
Daging dan Dampaknya Terhadap Hukum Kehalalan Bakso (Study Kasus di
Pasar Kartasura), Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bambang, 2010, Hati-hati Menggiling Daging di Pasar, Berita Antara Agustus 2010,
https://www.antaranews.com/berita/223498/hati-hati-menggiling-daging-di-
pasar
Heni Pratiwi, Zuhti Saputra Hutabarat, 2024, Penerapan Sistem Jaminan Halal
Produksi daging Giling, Jurnal Ekonomi Bisnis Digital, Volume 3, Nomor 1 ,
Maret 2024.
Heni Pratiwi dkk, 2024, Analisis Proses Produksi Penggilingan Daging Dalam
Perpektif Industri Halal, International Journal Mathla’ul Anwar Of Halal Issues,
Volume 4 Nomor 1 Maret 2024.
Nurrusyda FS, dkk, 2023, Deteksi Kontaminasi Babi pada Olahan Daging dengan
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Jurnal Kimia Padjajaran 2023 Vol
1 No 2 : 95-101.
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pemotongan
Hewan dan Penanganan Daging.
Widiyaningsih, dkk, 2023, Analisis Kandungan DNA Babi pada Tempat Penggilingan
Daging di Pasar-pasar Kelurahan Cempaka Putih dan Tinjauannya Menurut
Pandangan Islam, Junior Medivcal Journal Volume 2 No 2, Oktober 2023.
Yulianingsih, 2013, Pedagang Bakso Malioboro Pasang Stiker Bebas Daging Babi,
Republika https://news.republika.co.id/berita/mh20bv/pedagang-bakso-
malioboro-pasang-stiker-bebas-daging-babi#google_vignette