Berita

Agenda

Kontak

Logo

BALAI BESAR VETERINER WATES

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

6
Logo
Escherichia coli serotipe O157:H7 : Asymptomatic Pada Ruminansia – Berpotensi Fatal Pada Manusia

Escherichia coli serotipe O157:H7 : Asymptomatic Pada Ruminansia – Berpotensi Fatal Pada Manusia

Bakteri Eschericia coli diperkenalkan oleh Theodor Escherich pada tahun 1885 yang merupakan seorang pediatris dari Jerman. Escherich merupakan yang pertama kali melakukan investigasi mengenai peran bakteri berbentuk batang ini pada saluran digesti anak-anak. Ketertarikannya terhadap bakteri intestinal termasuk E. coli menghasilkan beberapa jurnal yang telah dipublikasi, salah satu diantaranya membahas tentang morfologi, fisiologi, cara mengisolasi, serta mengidentifikasi bakteri E. coli. Bakteri ini awalnya diberi nama “Bacterium coli commune” yang selanjutnya diubah menjadi Escherichia coli karena merefleksikan korelasinya yang kuat sebagai bakteri yang tumbuh di kolon.

 
Escherichia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, berbentuk batang, gram negative, dan motil yang sebagian besar strainnya (90%) merupakan bakteri komensal yang hidup didalam saluran gastrointestinal manusia maupun hewan berdarah panas seperti sapi, kambing, domba, babi, dan ayam. E. coli yang bersifat komensal tidak berbahaya dan hidup dalam hubungan yang saling menguntungkan dengan inangnya dan jarang menimbulkan penyakit. Hanya Sebagian kecil dari strain E. coli yang menyebabkan diare, diantaranya adalah E. coli enterotoxigenic (ETEC) dan E. coli enteropathogenic (EPEC) yang menyebabkan gejala diare pada pedet, infeksi E. coli juga dapat menunjukkan gejala lainnya seperti UTI (Urinary Tract Infection), sepsis, dan Neonatal Meningitis (NMEC).


 
Pembagian strain E. coli dapat dilihat pada skema dibawah ini:
 
Sumber : (Ramos, et al., 2020)
 
Salah satu serotipe E. coli yang bersifat pathogen adalah E. coli O157:H7 yang tergolong dalam kelompok EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli) yang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan verocytotoxins (VT) atau Shiga toksin (Stx). Toxin inilah yang dapat menyebabkan diare, colitis hemoragik, serta sindrom hemolitik-uremik (HUS) pada manusia. HUS merupakan gejala klinis yang berpotensi fatal pada manusia yang ditandai dengan gagal ginjal akut, trombositopenia, dan anemia hemolitik mikroangiopati. Sementara inang utamanya yaitu ruminansia (terutama sapi), umumnya tidak menunjukkan gejala sakit. Sapi sebagai reservoir utama E. coli O157:H7 dapat shedding atau mengeluarkan bakteri ini melalui feses dan dapat mencemari lingkungan tanpa menunjukkan gejala klinis apapun. Namun pedet baru lahir (< 36 jam) dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa diare, infiltrasi neutrofilik pada mukosa usus, nekrosis dan pengelupasan sel epitel. Sedangkan pada pedet umur 70 hari, infeksi E. coli O157:H7 dapat menyebabkan gangguan epitel pada ileum, vili atrofi, dan eksudasi neutrofil ke dalam lumen.
Teknik diagnosa yang dapat dilakukan untuk mendeteksi E. coli O157:H7 adalah melakukan isolasi dan identifikasi pada sampel-sampel feses yang telah dikoleksi. Proses sampling hendaknya dilakukan secara aseptis dan hati-hati karena dosis infektif yang rendah (± 100 organisme) sudah dapat menyebabkan gejala yang parah pada manusia. Setelah dilakukan isolasi menggunakan media selektif (ex: Sorbitol MacConkey Agar), maka koloni yang dicurigai kemudian dapat dikarakterisasi menggunakan uji biokimia dan serologis berdasarkan antigen yang dimiliki E. coli O157:H7 menggunakan kit latex komersil yang spesifik. Metode PCR juga dapat dilakukan pada feses, pangan, ataupun sampel yang telah dienrichment untuk mendeteksi gen virulensi yang ada pada E. coli O157:H7 yaitu VT1, VT2, eae (pengkode intimin), ehx (pengkode produksi enterohaemolysin), fliC (pengkode antigen H7), dan sebagainya.
Gambar A: E. coli ATCC 25922 (koloni pink-merah) dan Gambar B: E. coli O157:H7 (koloni transparan karena tidak dapat menfermentasi sorbitol)
Bakteri E. coli O157:H7 dapat ditularkan melalui berbagai proses, shedding bakteri ini pada feses dapat memberikan potensi bagi organisme tersebut untuk memasuki rantai makanan melalui kontaminasi feses pada susu, daging, buah, ataupun sayuran. Transmisi atau penularan juga dapat melalui air dan kontak langsung dengan orang, hewan, atau kotoran hewan yang terinfeksi. Air yang terkontaminasi, yang digunakan untuk mengairi atau mencuci sayuran, juga dapat menjadi sumber infeksi bagi manusia dan hewan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suardana, et al., (2017) pada sampel feses yang dikoleksi dari sapi-sapi Bali di Kabupaten Badung, Bali, menunjukkan bahwa prevalensi infeksi E. coli O157:H7 di kabupaten tersebut mencapai 6.30% (15/238 sampel feses yang diambil). Skema penularan E. coli dari berbagai faktor lingkungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sumber : Su-bin et al., (2021)
 
Produk-produk pangan yang terkontaminasi bakteri tersebut umumnya tidak mengalami perubahan organoleptic dari segi warna, bau, dan rasa. Sehingga pengolahan pangan yang baik, salah satunya dengan proses pemasakan yang sempurna sangatlah penting dilakukan untuk mencegah risiko terinfeksi bakteri tersebut. Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencuci tangan setidaknya selama 20 detik sebelum makan, setelah menggunakan kamar mandi, setalah mengganti popok bayi, setelah berkontak dengan hewan dan lingkungan sekitarnya, serta melakukan pemisahan daging-daging mentah dari buah, sayuran, dan makanan yang matang dalam lemari pendingin.
Belum ada strategi khusus yang terbukti efektif untuk mengurangi kolonisasi E. coli O157:H7 pada sapi yang nampak sehat. Pemberian probiotik dan Good Management Practices dapat mengurangi shedding bakteri melalui feses meskipun tidak berefek terlalu signifikan. Contoh Jenis probiotik yang dapat digunakan yaitu Lactobacillus acidophilus atau Propionibacterium freudenreichii yang bekerja dengan cara menekan pertumbuhan bakteri berbahaya dan/atau meningkatkan kekebalan tubuh. Tindakan vaksinasi dapat dilakukan namun tetap tidak dapat mengeliminasi shedding bakteri 100%. Sementara penggunaan antibiotik pada sapi sehat tentu saja kurang tepat untuk dilakukan karena dapat berpotensi menyebabkan resistensi antimicrobial. Namun jika ditemukan hewan yang menderita diare, penting untuk mengisolasi hewan tersebut agar tidak menyebarkan kuman apapun ke hewan lain ataupun lingkungan. Sebuah studi yang dilakukan Fesseha, et al., (2022), mengenai uji sensitifitas antibiotic terhadap isolate E. coli O157 : H7 menunjukkan bahwa bakteri tersebut sensitive terhadap gentamycin, ceftriaxone, trimethoprim‐sulphamethoxazole, dan ciprofloxacin. Sedangkan menurut Kieckens, et al., (2015), strategi pengobatan menggunakan Lactoferrin per rektal juga dapat diaplikasikan untuk mencegah penularan lebih lanjut infeksi EHEC dari sapi ke manusia.
 
Daftar Pustaka
Aryal, S. 2022. Sorbitol MacConkey Agar- Composition, Principle, Preparation, Results, Uses. https://microbenotes.com/sorbitol-macconkey-agar/. 22 Januari 2024.
Department of Health Minnesota. 2009. E. coli O157:H7 and HUS Fact Sheet. https://www.health.state.mn.us/diseases/ecoli/ecoli.html. 22 Januari 2024.
Ferens, W. A. and C. J. Hovde. 2011. Escherichia coli O157:H7: Animal Reservoir and Sources of Human Infection. Foodborne Pathog Dis. 2011 Apr; 8(4): 465–487.
Fesseha, H., M. Mathewos, S. Aliye, and E. Mekonnen. 2022. Isolation and antibiogram of Escherichia coli O157: H7 from diarrhoeic calves in urban and peri‐urban dairy farms of Hawassa town. Vet Med Sci. 2022 Mar; 8(2): 864–876.
García, A., J. G Fox, and T. E Besser. 2010. Zoonotic Enterohemorrhagic Escherichia coli: A One Health perspective. ILAR J. 2010;51(3):221-32.
Goma, M. K. E. 2018. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) Sebagai Agen Foodborne Disease. https://produk-hewan-aman.fkh.ugm.ac.id/2018/05/17/enterohemorrhagic-e-coli-ehec-sebagai-agen-foodborne-disease/. 22 Januari 2024.
Ji Youn L., J. W. Yoon, and C. J. Hovde. 2010. A Brief Overview of Escherichia coli O157:H7 and Its Plasmid O157. J Microbiol Biotechnol. 2010 Jan; 20(1): 5–14.
Kieckens, E., J. Rybarczyk, L. De Zutter, L. Duchateau, D. Vanrompay, E. Cox. 2015. Clearance of Escherichia coli O157:H7 Infection in Calves by Rectal Administration of Bovine Lactoferrin. ASM Journals Applied and Environmental Microbiology Vol. 81, No. 5.
Kneifel, W. and S Forsythe. 2017. The Many Facets Of Escherichia Coli: From Beneficial Bug And Genetic Workhorse To Dangerous Menace For Plant And Creature. FEMS Microbiology Letters.
Maier, G. Methods to Reduce The Risk of E. Coli O157:H7 Shedding In Cattle. University of California. Agriculture And Natural Resources.
Maximo E. L., Richard R. E. Uwiera, and G. Douglas Inglis. 2022. Enteric Escherichia coli O157:H7 in Cattle, and the Use of Mice as a Model to Elucidate Key Aspects of the Host-Pathogen-Microbiota Interaction: A Review. Front. Vet. Sci., 11 July 2022.
OIE Terrestrial Manual. 2018. Verocytotoxigenic Escherichia Coli. Chapter 3.9.10
Ramos, S., V. Silva, M. de Lurdes Enes Dapkevicius, M. Caniça, M. Teresa Tejedor-Junco, G. Igrejas, and P. Poeta. 2020. Escherichia coli as Commensal and Pathogenic Bacteria among Food-Producing Animals: Health Implications of Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) Production. Animals (Basel). 2020 Dec; 10(12): 2239.
Suardana, I. W., D. A. Widiasih, W. S. Nugroho, M. H. Wibowo, I N. Suyasa. 2017. Frequency and risk-factors analysis of Escherichia coli O157:H7 in Bali-cattle. Elsevier Acta Tropica Volume 172, August 2017, Pages 223-228.
Su-bin H., R.Chelliah, Ji Eun Kang, M. Rubab, E. Banan-MwineDaliri,  F. Elahi, and Deog-Hwan Oh. 2021. Role of Recent Therapeutic Applications and the Infection Strategies of Shiga Toxin-Producing Escherichia coli. Front. Cell. Infect. Microbiol., 29 June 2021.
Suzanne O. E. coli O157:H7 Outbreaks: When Science Speaks but No One Listens. https://globalfoodsafetyresource.com/ecoli-o157-h7/. 22 Januari 2024.
 
 
 
Penulis :Drh. Mona Rucita Larasati Anwar
(Medik Veteriner Laboratorium Bakteriologi BBVet Wates)

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset